Ash

Menjadi bagian dalam pembuktian bahwa Islam adalah Rahmatan lil Alamin

Pengalaman Melahirkan di Jepang (Part 1)

21 Comments

Pengalaman Melahirkan di Jepang, Part 1
Masa Awal Kehamilan

Pregnancy experiences in Japan, Part 1
Early stage of pregnancy
(english summary on the bottom part)

Walaupun yang mengalami proses kehamilan dan melahirkan adalah istri saya, tapi sedikit banyak saya terlibat langsung dalam segala urusannya karena kami tinggal di negeri rantau. Karena ada banyak yang bisa di share disini, jadi saya coba bagi tulisannya menjadi beberapa part yaitu part 1 untuk pengalaman di masa awal kehamilan (pra-melahirkan), part 2 tentang menjelang dan ketika melahirkan, part 3 tentang dokumen yang perlu diurus pasca melahirkan. Selain itu saya juga lampirkan terpisah kosa-kata yang sering dipakai di rumah sakit, cara menelpon rumah sakit (dan taxi), dan kosa kata yang katanya bakal keluar di ruang melahirkan (udah kayak ujian aja, wkwk). Pertimbangan memilih melahirkan di Jepang atau di Indonesia tidak saya bahas disini, mungkin dibahas di tulisan terpisah klo sempet.

*image credit to http://www.shutterstock.com

Melahirkan di Jepang katanya…

Karena ini adalah pengalaman pertama kami akan melahirkan di Jepang, tepatnya di Kawasaki (tetangganya Tokyo), ada banyak hal yang perlu dipersiapkan dan dipelajari supaya segala urusannya bisa berjalan dengan lancar tanpa ada masalah. Katanya hambatan terbesar menjalani proses melahirkan di Jepang adalah kendala bahasa. Karena saya bukanlah orang yang bahasa jepangnya lancar, Sensei saya di kelas volunteer bilang klo level saya mungkin sekitar N3, Jadi ada banyak kosa-kata, kanji, dan tata bahasa formal yang harus saya pelajari lagi supaya bisa menghadapi hambatan ini. Akhirnya dimulailah petualangan saya googling mencari berbagai informasi tentang melahirkan di Jepang.

Katanya (dulu) melahirkan di jepang gratis (total), biaya berobat disubsidi, setelah melahirkan akan mendapatkan banyak bantuan biaya dari pemerintah, dll. Iming2an lainnya adalah, buat kita mahasiswa, gak perlu khawatir melahirkan di Jepang insya Allah aman lah. Cukup beasiswanya. Kenyataannya.. (jreng jreng) Informasi itu tidak salah tapi tidaklah seindah imajinasi kita. Ibarat kata itu informasi yang manis manisnya aja, yang pahitnya jarang disampaikan. Selain itu tidak semua informasi yang berlaku pada masa dahulu, masih berlaku di masa kini. Mudah2an di tulisan ini saya bisa berbagi manis-pahit pengalaman kami, hehe..

 

Awal Kehamilan

Prosedur paling dasar mengecek awal kehamilan adalah menggunakan test-pack, atau bahasa jepangnya ninshin kensayaku (妊娠検査薬) atau kadang orang jepang nyebutnya kensayaku aja buat singkatnya. Ketika hasilnya sudah positif, maka kita baru ke rumah sakit buat cek ke dokter. Nah, untuk bisa mendapatkan subsidi biaya melahirkan, maka kita harus rumah sakit/klinik obgin (bahasa jepangnya sanfujinka, 産婦人科) terlebih dahulu untuk di cek secara langsung oleh dokter apakah kita hamil atau tidak. Kemudian setelah dokter menyatakan positif hamil, baru kita bisa ke kantor kecamatan (kuyakusho) atau kantor kabupaten/kota (shiyakusho) untuk melapor kehamilan serta akan diberikan penyuluhan singkat tentang melahirkan; Dan yang paling penting adalah dikasih buku boshitecho, gantungan kunci ibu hamil biar di kereta bisa dapet priority seat, serta kupon diskon/subsidi untuk biaya berobat rutin kehamilan. Boshitecho (lengkapnya 母子健康手帳) adalah buku catatan kesehatan ibu dan anak, buku wajib bagi ibu hamil disini yang harus selalu dibawa ketika berobat.

Sampai disini, artinya pertemuan pertama kali ke dokter di rumah sakit, kita tidak bisa mendapatkan diskon karena kita belum punya kupon diskon dari pemerintah kota, sehingga biaya pertama kali ke rumah sakit saya adalah sekitar 1 man (sekitar sejuta rupiah). Glek. Untung bawa kartu sakti cc yang bisa kita gunakan di kondisi terpaksa. Muncul pertanyaan, apakah bisa kita ke kuyakusho dulu minta boshitecho baru kemudian berobat pertama kali ke dokter? Sayangnya tidak bisa karena kuyakusho tidak menerima kesaksian/ bukti hamil dari testpack aja, tapi harus dokter yang menyatakan hamil baru kita bisa dikasih boshitecho, dkk. Sebenarnya pertanyaan tadi munculnya di kepala saya sich, jadi saya udah coba sendiri dan gagal, hehe..

 

Visit Hospital for the First Time

Mencari rumah sakit untuk berobat juga penting, parameternya macem2 seperti ketersediaan dokter perempuan dan berbahasa inggris, jarak ke sana dari rumah, biaya berobatnya berapa, kenyamanan, dll. Ketika diskusi dengan orang kuyakusho, saya tanya kira2 rumah sakit mana yang bisa bahasa inggris, mereka juga gak yakin karena dokter kan di rotasi, jadi bisa jadi dulu disana ada sekarang malah gak ada. Tapi mereka merekomandasikan 2 rumah sakit pemerintah yaitu Tama byouin dan Kawasaki byouin. Klo denger2 cerita orang Indonesia di daerah kami, ada Showa byouin yang rumah sakitnya universitas kampus swasta, jadi ada terus dokter perempuan yang bisa English disana. Ada juga rumah sakit di azamino yang temen saya bilang dulu ada dokter bisa English, tapi sayangnya sekitar 2 tahun lalu temen kesana udah gak ada.

Kami akhirnya memutuskan memilih Tama byouin yang paling dekat dengan rumah kami untuk pertemuan dokter pertama kali, sambil mengecek apakah ada dokter yang bisa English, dan melihat suasana lainnya. Jika ternyata tidak nyaman, mungkin kami akan pindah ke Showa byouin. Stalking dulu di websitenya, nyari hari apa yang kira2 dokternya cewe, akhirnya kita memutuskan kesana hari rabu pagi. Pertemuan pertama kali ke dokter ada istilahnya yaitu shoshin (初診), dan dokternya khusus gitu jadwalnya jadi gak bisa kita asal dateng jamnya. Klo untuk pemeriksaan rutin selanjutnya baru bisa booking hari dan jamnya sesuai dengan jadwal kita.

Peta Ruangan Tama Byouin

Pertama kali dateng, kami langsung ke pusat informasi. Kemudian tanya tanya, mau berobat ke sanfujinka, hajimete, gimana. Trus ditanyain macem macem kayak udah cek kensayaku belom, nanti mau melahirkan di rumah sakit ini atau enggak, isi form, bikin kartu berobat, dll. Trus giliran saya yg nanya lagi, dokternya bisa bahasa inggris gak? Trus orang receptionist entah ngomong apa panjang x lebar x tinggi dalam bahasa jepang, saya cuma menangkap, dokternya khawatir klo dalam bahasa inggris ada hal2 yang tidak tersampaikan secara maksimal, sebaiknya klo kesini bawa temen yang kira2 bisa bahasa jepang. hoo gitu.. ya saya pernah denger klo orang jepang itu takut ngomong English karena klo ada apa2, misalnya klo sampe ada kasus apa gitu, mereka bisa2 dimintai pertanggung jawaban atas cara komunikasinya. Klo salah2, bisa jadi mereka yang disalahkan, karena itulah sangat wajar klo dokter takut ngomong English. Di satu sisi, minimal saya cuma mau pertemuan pertama aja karena butuh pernyataan dokter bahwa istri saya hamil, jadi biar saya bisa minta boshitecho ke kuyakusho dan selanjutnya klo ke rumah sakit udah diskon. Akhirnya di titik itu saya bilang, “yaudah gpp saya aja yang ngomong bahasa jepang, kira2 bahasa jepang saya segini bisa dimengerti kan ya sama dokternya..”. Receptionist terlihat agak ragu, hahaha.. trus dia ngomong apa saya kurang ngerti, dan akhirnya tetep aja saya daftar dan ketemuan ama dokternya.

Di balik layar, nampaknya mereka kebakaran jenggot, karena bakal dikunjungi ama pasien yang bahasa jepangnya berantakan kayak saya, dokter pun gak berani ngomong English, akankah.. (sound track silet). Sambil saya menunggu di ruang tunggu, tak berapa lama datanglah seorang petugas rumah sakit divisi social worker bernama Saito, dia bisa ngomong bahasa inggris dengan lancar dan ngobrol ke saya sambil memperkenalkan diri. Dia kemudian bilang klo dari rumah sakit ini bisa menyediakan interpreter untuk berkomunikasi dengan dokter. Waah tentu saja kami takjub dan berterima kasih dong.. tapi tak lupa saya tanya, apakah saya harus bayar untuk jasa interpreter itu? Kemudian dia bilang, tidak perlu bayar, biaya interpreter akan ditanggung oleh rumah sakit. Dia cuma berpesan klo bisa sich jadwalnya jangan cancel tiba2 aja karena interpreter kan dibooking dan (mungkin) klo di cancel tetep harus bayar. Waah, mengetahui hal ini, tentu saya bilang saya mau jasa interpreter itu untuk pertemuan selanjutnya dan berterima kasih karena telah dibantu oleh pihak rumah sakit. Hanya saja pada pertemuan pertama belum ada interpreter jadi akan dicarikan suster yang bisa bahasa inggris khusus untuk hari itu. (dalam hati saya mikir, kenapa gak dia aja sich untuk yang pertama kali, tapi mungkin gak boleh karena yang masuk ke ruang dokter cuma boleh pasien, dokter, suster, saya keluarga, dan mungkin interpreter resmi).

Akhirnya kami dipanggil masuk dan masuklah kami ke ruang dokter. Sreeeg (bunyi pintu digeser), kemudian disambutlah kami dengan ohayou gozaimasu oleh dokter dan suster. Saya jawab ohayou gozaimasu. Masih deg2an karena takut keluar kata2 yang tidak dimengerti,haha.. Susternya pun sudah ada di dalam juga. Karena dokternya udah tau klo kami orang asing, dia berusaha ngomong bahasa jepang dengan pelan2 dan menggunakan kosakata yang gampang2, jadi saya masih bisa mengikuti flownya. Saya bilang klo ini pertama kali, udah cek kensayaku dan positif. Dokter sempet nanya udah punya boshitecho belum, terus saya bilang belum punya karena kata orang kuyakusho kami harus ke dokter dulu untuk cek baru bisa minta boshitecho. Dokter juga nanya ada keluhan apa aja, ya paling jawab yg standar2 aja.. trus disuruh masuk ke ruang di samping untuk dilakukan pemeriksaan transvaginal, naishin (内診). Setelah selesai dokternya bilang omedetou, selamat karena sudah positif hamil. Alhamdulillah tidak ada masalah ktnya.

Dokter bilang setelah ini silahkan ke kuyakusho dan minta boshitecho. Boshitecho harus dibawa setiap kali ketemu dengan dokter. Nah disitu saya ngomong ke dokternya, boleh saya minta ninshin shoumeisho? Karena kemarin saya sudah ke kuyakusho dan belum boleh minta boshitecho katanya, katanya saya harus ke dokter dulu dan minta pernyataan dari dokter. Trus disitu dokternya bingung, susternya juga bingung, dia bilang, biasanya gak perlu ninshin shoumeisho bisa kok minta boshitecho. Hmm, dodolnya, disini gw udah bahasa jepang pas-pasan malah debat ama dokternya, hahaha.. trus saya coba ubah kalimat saya, bolehkan saya minta ninshin shoumeisho? Trus dokternya bilang, klo usia kehamilan kurang dari 10 (atau 12) minggu, belum bisa dikeluarkan surat ninshin shoumeisho. Trus saya bingung kan, dan susternya dengan sangat yakin bilang, bisa kok minta boshitecho tanpa ninshin shoumeisho. Nanti klo gak bisa, kamu telpon rumah sakit ini aja. Kemudian saya terpaksa nurut dan saya jadi sedikit merenung dan mempertanyakan kembali referensi yang sudah saya baca. Saya yakin sekali banyak referensi yang menyatakan kita perlu minta ninshin shoumeisho kemudian surat tersebut dibawa dan ditunjukan ke kuyakusho/ shiyakusho kemudian kita bisa mendapatkan boshitecho. Yasudah saya gak jadi dapet dech. Dan setelah selesai pemeriksaan, dikasitau klo bisa 2 minggu lagi periksa lagi ke dokter, ditanyain mau hari apa jam brapa, biar bikin surat bookingnya. Selesai, arigatou gozaimasu, keluar ruangan, buaah lega.. akhirnya terlewati juga ujian pertama, hahaha..

Diluar disuruh nunggu sebentar, kemudian susternya keluar lagi dan ngasih kertas booking untuk pertemuan selanjutnya (yoyakuhyou 予約表) dan kertas yang harus dibawa ke kasir dibagian luar. Sebelum bayar di kasir, Saito san bilang nanti disuruh mampir ke bagian social worker temuin dia buat booking interpreter pertemuan selanjutnya. Trus saya kesana dan kasih liat yoyakuhyou, trus dia bilang akan disiapkan interpreter di tanggal dan jam tersebut. Kemudian saya bayar ke kasir dan ya tadi itu, bayarnya 1 man (sekitar sejuta), hahaha.. (nyesek). Pulanglah kami ke rumah dengan perasaan bahagia karena telah selesai melewati pertemuan-yg-sepertinya-bakal-menyeramkan-tapi-ternyata-baik-baik-saja, dan klo saya pribadi sich merasa bahasa jepang saya mengalami level up, hehe..

 

Ke Kantor Kecamatan / Kuyakusho

Setelah ke dokter dan dinyatakan positif hamil, tapi gagal bawa ninshin shoumeisho, kami datang lagi ke kuyakusho di miyamae-ku (lantai 3) dan bilang mau ke bagian ibu hamil (ninshin) minta boshitecho. Trus diantarlah ke loketnya (duh lupa nomor berapa, 12 atau 13 gitu). Trus disana saya bilang bahwa kami sudah ke rumah sakit dan dokter sudah menyatakan hamil. Saya mau minta boshitecho, dll. Trus petugasnya nanya, sudah cek ke dokter dimana, trus saya bilang di tama byouin, tapi saya tidak dapat ninshin shoumeisho karena katanya belum bisa dikeluarkan. Supaya sedikit meyakinkan, saya tunjukan bon2 dari rumah sakit. Ternyata mereka percaya begitu saja dan bilang tidak perlu ninshin shoumeisho. Alhamdulilllah, dengan demikian saya sudah tidak butuh lagi yg namanya ninshin shoumeisho yg klo menurut banyak referensi di google dibutuhkan, hehehe..

Disana kami seperti dikasih sedikit penyuluhan gitu kayak, pekerjaan istri dan suami apa, kemudian sudah siap belum punya anak, nanti kalau melahirkan biayanya mahal lho, sudah siap belum, biaya berobat rutin, terus biaya2 lain ketika sudah melahirkan (kayaknya dia fokus ke biaya gara2 gw mahasiswa kali yak, jadi khawatir gitu). Dia nanya, kamu punya biaya untuk melahirkan? Kira-kira 500rb yen lho (sekitar 50jt), terus saya bilang wah mahal banget, ya gak punya, haha.. ya harus nabung dari sekarang, dan kalo memang nanti ternyata butuh besar, saya bisa cari pinjaman, saya punya banyak teman kok, daijoubu desu, wkwk.. saya merasa dia lagi ngetes kesiapan mental saya dech.. nothing to lose. Kemudian dia baru ngaku dech klo pemerintah jepang bisa ngasih bantuan subsidi untuk biaya berobat rutin, bantuan biaya melahirkan sebesar 420.000 Yen, dan nanti juga ada biaya support untuk anak yang baru lahir setiap bulan. Waah.. sugoi desune.. itu semua gimana ngurusnya saya tanya, dan barulah dia menjelaskan macam2.. Lumayan karena akhirnya dapat penjelasan langsung dari sumber primer, melengkapi sumber2 googling saya, hehe..

Selesai penjelasan tersebut, saya dikasih boshitecho dalam bahasa jepang dan bahasa Indonesia, buku kupon diskon berobat, dan gantungan kunci untuk ibu hamil, (dan kupon diskon belanja di belle maison 2000yen) dan banyak dokumen2 lainnya dalam bahasa jepang yang ujung2nya tidak saya baca sama sekali, haha.. 3 (eh 4) itu adalah benda paling penting yang perlu kita minta di awal kehamilan, adapun subsidi biaya melahirkan, subsidi lainnya, semua diurus nanti ketika sudah menjelang/setelah melahirkan.

 

Pemeriksaan Rutin Kedua, dan Selanjutnya

Pemeriksaan rutin (kenshin/shinsatsu: 検診/診察) selanjutnya prosesnya kurang lebih sama. Ada tes urin, tes darah di minggu2 tertentu, USG, dan tes tes lainnya). Untuk di Tama byouin urutannya:

  1. Masukin kartu berobat (shinsatsuken 診察券) ke mesin untuk di print nomor antrian (di samping loket nomor 1).
  2. Ke bagian urin test dan/atau blood test di sebelah kanan pintu gerbang (loket no 13). Masukkan shinsatsuken ke mesin, trus nanti keluar cup buat urin. Klo test urin biasanya tinggal kencing aja di cup terus cupnya dikasih ke jendela ruang pemeriksaan dari dalam toilet. Klo blood test nanti masuk ke ruangannya untuk diambil darah. Biasanya sebelum blood test gak boleh makan 1-2 jam sebelumnya.
  3. Ke bagian social worker (loket 5 atau 7) untuk ketemuan ama interpreter. (nomor 2 ama 3 bisa dituker deng urutannya)
  4. Ke bagian receptionistnya obgin (sanfujinka 産婦人科) di ujung kiri rumah sakit klo dari pintu gerbang (東外来 loket no 12). Disana cuma nunjukin nomor antrian aja, nanti ama dia disuruh timbang badan ama tekanan darah di bagian dalamnya sanfujinka.
  5. Masuk ke ruang tunggu dalam sanfujinka untuk timbang berat badan dan tekanan darah. Semua dilakukan sendiri, mesinnya gampang kok cara pakenya. Hasilnya di print di kertas kecil kemudian dimasukkan ke dalam map biru yg disediakan di atas meja sana. Masukkan juga boshitecho kita.
  6. Serahkan map biru tsb beserta isinya ke receptionist (uketsuke 受付) sanfujinka kemudian tunggu di ruang tunggu luar sampai dipanggil nomor kita.
  7. Setelah nomor kita muncul, masuk ke ruang tunggu di dalam, nunggu lagi sampe dipanggil nama. Pay attention karena mereka manggil dalam bahasa jepang. (xxx san, yyy ban shitsu ni go hairi kudasai; xxx nama kita, yyy nomor ruangan dokternya)
  8. Pertemuan dengan dokter. Serahkan kartu berobat buat di scan, ditanyain kabar, ada keluhan apa, masuk ke ruangan samping buat periksa, USG, dikasitau ini bagian kepala, mata, dll, dikasitau kita week berapa, berat dan ukuran bayi berapa. Trus dijelasin klo ada apa2, sama klo ada lagi yg mau dikonsultasikan, trus janjian ketemuan selanjutnya lagi kapan, selesai.
  9. Keluar sebentar dari ruang dokter, tunggu suster ngasih bon, dokumen untuk ketemuan selanjutnya (yoyakuhyou), dan boshitecho, dan keluar dari bagian obgin menuju kasir.
  10. Sebelum ke kasir, saya sich mengantar interpreter ke bagian social worker dulu untuk dikembalikan, trus ngomong terima kasih, trus janjian lagi ama social worker untuk booking interpreter pada pertemuan selanjutnya.
  11. Ke kasir bayar (loket nomor 4). Tunjukan buku kupon kita, isi identitas di kupon. Biasanya ditanyain ama mbak2nya ada chushajo (mobil/motor parkir) ga? Bilang aja enggak, haha. Abis itu bayar melalui mesin di samping kasir. Masukkan shinsatsuken ke mesin, trus nanti keluar biaya yg perlu dibayar. Masukkan uang atau bayar pakai CC. terus ada pilihan untuk ngeprint bon atau tidak, saran saya: print bonnya, simpan.
  12. Selesai, sebelum pulang bisa numpang shalat dulu di RSnya. Balik lagi ke ruangan sanfujinka, bilang ke mbak2 receptionist: oinori shitaidesu, nanti dikasi tau shalat di ruang mana, bisa di ruang menyusui atau di ruang suster, tergantung dimana yang lagi kosong.

Khusus di pertemuan kedua (atau ketiga, lupa), kita juga akan melakukan booking untuk melahirkan. Kita akan ditanya mau melahirkan dimana? Klo saya kemarin bilang aja mau melahirkan di Tama Byouin, jadi kita booking mau melahirkan disana dari jauh jauh hari. Sebenarnya saat itu saya dan istri masih menimbang-nimbang mau lahiran di Jepang atau Indonesia, tapi yang penting booking dulu rumah sakit karena klo penuh nanti kita gak bisa lahiran disana, harus cari rumah sakit lain. Booking juga gratis kok, tinggal masukin data aja, klo memang akhirnya kita memutuskan lahiran di Indonesia, kan kita tinggal bilang cancel aja ke RSnya. Yang jelas, klo mau lahiran di Indonesia, sudah harus diputuskan di bulan ke 7 karena lebih dari itu udah beresiko untuk naik pesawat terbang.

Di pertemuan kedua, karena waktu pertemuan pertama kita belum dapet boshitecho dan belum punya kupon diskon, ternyata ama orang kasirnya ditanyain bawa bon yang pertama kemarin gak? Trus saya bilang bawa, trus ama dia diambil salah satu kupon diskon untuk mengganti biaya yang keluar di pertemuan pertama. Waw, hebat, uang yang keluar 1 man diawal bisa diganti sebagian, hehehe, Alhamdulillah..

 

Booking Untuk Melahirkan

Proses booking disini sebenarnya cukup simple, cukup ke bagian loket untuk pendaftaran booking melahirkan, trus isi data, dan selesai. Klo di Tama byouin, receptionist buat booking ini di corner yang sama dengan social worker. Ketika kesini saya ditemenin ama interpreter supaya tidak salah nangkap, jadi sebelum interpreter selesai, kita ajak ke bagian booking dlu supaya kita tidak salah2 waktu booking. Apa aja sich yang diomongin disini:

  • Tanggal perkiraan melahirkan (bunben yoteibi 分娩予定日)
  • Isi biodata istri, dan guarantor (suami) klo gak salah
  • Dikasih buku panduan menginap di rumah sakit dan beberapa form yang perlu diisi dan dikumpulkan ketika kita telah menginap di rumah sakit.
  • Perkiraan biaya melahirkan. Untuk melahirkan normal perkiraannya 450-500 ribu yen. Untuk melahirkan sesar sekitar 350-450 ribu yen. Lho kok bisa lebih murah? Ya, karena di Jepang caesarian section itu adalah kondisi terpaksa ketika tidak bisa melahirkan normal, setelah mengalami pertimbangan matang dari dokter. Jadi sesar dianggap penyakit dan berhak mendaparkan asuransi lebih besar dibandingkan melahirkan normal. Dan (sepertinya) kita tidak bisa minta sesar diawal klo tidak ada alasan khusus.
  • Ruangan rumah sakit yang mau dibooking. Ruang biasa isi 4 bed (pasien) sekamar biayanya gratis, klo isi 2 bed perharinya 4000 yen, klo yg isi sendiri (VIP) ada yang 17000 yen ada juga yang 24000 yen (ini namanya LDR).

Untuk panduan lebih detail mengenai panduan menginap di rumah sakit akan di bahas di part 2, karena nanti akan dikasih lagi buku panduan menjelang melahirkan. Selain itu juga, proses melahirkan di Jepang dilakukan di 2 ruang berbeda yaitu Labor Room dan Delivery Room. Labor room adalah ruangan kita mengalami kontraksi sampai bukaan maksimal, sebelum memasuki tahap mengeluarkan bayi. Delivery room adalah ruangan untuk proses mengeluarkan bayi. Saya akan bahas lebih detail nanti di part 2, tapi buat gambaran, kalau kita ingin proses delivery ditemani suami (tachiai bunben 立ち会い分娩) Maka kita harus booking di ruang delivery khusus dan ruang menginap VIP khusus (ruang LDR) yang biayanya cukup mahal, dan mungkin sekalian di tahap ini juga proses bookingnya. Saya baru menyadari ini di akhir2 dan udah gak bisa lagi karena untuk ruangan biasa, suami tidak bisa menemani ke dalam ruangan delivery, dan hanya bisa sampai di ruangan Labor aja. Walaupun begitu, Delivery room itu ruangannya cuma ditutup sama gorden kok, bukan ama pintu, jadi kita disuruh nunggu diluar dan tetap bisa mendengar proses melahirkannya (atau bahkan ngintip2 karena cuma gorden), tapi yang jelas gak bisa berdiri di samping bednya. Hufft kecewa..

 

Perbandingan Rumah Sakit

Bagian ini khusus perbandingan biaya rumah sakit di daerah den-en-toshi line, karena sempet nanya2 juga ama temen2 yg lagi hamil juga jadi sepertinya menarik klo dibikin perbandingan.

tabel-perbandingan
Klo lihat tabel ini, nampaknya showa byouin menang di banyak aspek. Total kupon diskon mungkin sedikit dibawah miyamaeku tapi dapat plus voucher periksa gigi menjadi nilai tambah. Mungkin yang menjadi sedikit pertanyaan adalah mengapa biaya sesar di showa lebih mahal daripada di Tama byouin, saya sendiri masih kurang informasinya. Adapun rumah sakit di Yamato-shi biaya melahirkannya lebih mahal karena teman saya ketika melahirkan saat liburan golden week, ditambah bayinya yang lahir dengan berat badan sedikit jumbo, mungkin jadi ada tambahan biaya totalnya. Untuk rumah sakit Tokyo, nanti klo saya udah dapet data lengkapnya lagi saya lengkapi, hehe..

Summary

Kurang lebih itu pengalaman kami di awal kehamilan. Pertemuan selanjutnya kurang lebih mirip2 pengalamannya, jadi tidak perlu dijabarkan lagi. Kemudian klo di jepang, di trimester pertama dan ketiga, kita kontrol rutin ke dokter setiap 2 minggu sekali, adapun trimester kedua sekitar sebulan sekali. Total ketemuan ama dokter mungkin sekitar 14 kali, sejumlah kupon diskon, hehe..

In conclusion, what you need to do in early stage of pregnancy:

  1. Check using the testpack, you can purchase it in any pharmacy shops.
  2. Meet the doctor, whether in hospital or clinic. Confirm (at least verbally) that you are positive pregnant.
  3. Go to city or ward office (Kuyakusho/shiyakusho) to apply that you are pregnant. You will get mother and baby health book (Boshitecho), discount coupon for routine medical examination, and other guidance books.
  4. Book the hospital for the baby delivery. We need to book as earlier as possible.
  5. Take routine medical examination until delivery.

Next, for the pre-mama orientation, preparation toward delivery, delivery cost subsidy from Japan government, and delivery itself will be described in part 2. As for the documents that need to be manage after delivery will be explained in part 3.

To be continue..

Author: ashlih

electrical engineering ITB no gakusei desu

21 thoughts on “Pengalaman Melahirkan di Jepang (Part 1)

  1. subsidinya itu berlaku buat siapa aja? kalau utk yg menikah dengan org jepang berlaku jg gak ya?

    • Berlaku buat semua orang yg tinggal di jepang, baik orang jepang maupun orang asing. Untuk orang asing, dibuktikan dengan resident card (dan hoken) yg masa berlakunya masih ada ketika waktu melahirkan.

  2. Mantap banget mastah ashlih.. Selamat selamat udah jadi bapak

  3. Pingback: Pengalaman Melahirkan di Jepang (Part 2) | Ash

  4. Pingback: Pengalaman Melahirkan di Jepang (Part 3) | Ash

  5. Kalau sebelumnya sudah pernah melahirkan caesar, apakah di Jepang melahirkan selanjutnya caesar juga? Atau dokter disana akan melakukan vbac?

    • Maaf mas/mba arooma baru balas.

      Vbac (melahirkan normal setelah sesar) masih memungkinkan, selama dokter menilai bisa dilakukan. Semua tergantung kondisi kita di melahirkan selanjutnya.
      Kemarin saya diberitau klo mau normal, maka jarak melahirkan selanjutnya setelah sesar setidaknya 2 tahun, itupun sama dokter juga dibilang, walau jaraknya 3 tahun pun masih ada kemungkinan melahirkan selanjutnya sesar karena semua tergantung kondisi kita nantinya.

      Semoga membantu ya

  6. Salam kenal Ashlih,

    Bagaimana kalo ingin mulai bekerja di Jepang, ada referensi?

    • Salam kenal mbak,
      Pertanyaan mbak sangat general, sulit untuk dijawab spesifik.

      Referensi utama tentu bisa berbagai macam:
      1. Melalui orang perusahaan yang mencari tenaga kerja secara langsung.
      2. Melalui website perusahaan yg membuka lowongan pekerjaan
      3. Melalui teman yang memberikan informasi terpercaya
      4. Melalui google search.
      5. Dll.

      Hati2 dan selektif dalam mencari informasi ya..

  7. Bagus sekali…..

    Walau saya suami yg istrinya sdh sepuh juga, tapi membacanya utk pengetahuan is okay bangers.

  8. Pingback: Pregnancy in Japan – H&D's Marriage Life

  9. mas kuliah ya k jepang, gmna caranya istri bisa ikut jg mpe setahunan ?? n apakah berangkatnya bareng dari awal mas kuliah? terima kasih

  10. Nice info bgt mas.. terimakasih sudah sharing.. oiya mas, dr tabel biaya d tama byoin biaya usg 5rb yen. Apakah tiap kontrol pasti usg? Jika iya berarti tiap kontrol keluar biaya usg kira2 5rb yen y mas? Makasi sebelumnya

    • Maaf baru balas mba sayaka,
      Iya tiap kontrol harus usg. Saya tidak tau apakah bisa minta ke rumah sakitnya supaya tidak usg, tp sepertinya sudah prosedur minimal disana.

  11. Pingback: We have a baby! Part 1: Mencari rumah sakit dan periksa awal – Achrofi's Blog

  12. Pingback: Pengalaman Hamil dan Melahirkan di Jepang (Part 1) – Catatan Di Jepang

  13. Pingback: Pengalaman Melahirkan di Jepang (Part 1) – Being yourself is the new pretty.

  14. Pingback: Pengalaman hamil dan melahirkan di Jepang (part 1) – Himawari

  15. Pingback: Pregnancy in Japan – Ria Ayu Pramudita

Leave a reply to ashlih Cancel reply