Ash

Menjadi bagian dalam pembuktian bahwa Islam adalah Rahmatan lil Alamin

Sekilas tentang Hisab dan Rukyat

Leave a comment

Bismillahirrahmanirrahim.

 

Hisab dan rukyat adalah kata yang cukup sering muncul di pertelevisian Indonesia terutama menjelang bulan ramadhan dan lebaran. Hal ini karena bulan ramadhan adalah ibadah bagi umat muslim, dan ibadah puasa perlu dilakukan dengan dalil. Yang sering menjadi masalah adalah belum adanya kesepakatan antar ulama muslim di Indonesia (dan juga di beberapa negara lain) terkait Kriteria yang paling cocok untuk menjadi patokan bersama. Hal ini bukan karena umat muslim bodoh dengan ilmu astronomi, atau hasil perhitungan mereka berbeda, bukan itu permasalahnnya. Permasalahannya adalah organisasi besar umat muslim di Indonesia sudah Saling Paham mengenai methode perhitungan masing2, berbagai metode perhitungan, tetapi belum ada kesepakatan untuk menentukan metoda mana yang paling tepat sesuai dalil. Kenapa belum ada kesepakatan? ini bisa dijawab dengan berpikir suuzon atau husnudzon kepada ulama kita sendiri. Saya akan coba bahas versi husnozon saja di tulisan ini 🙂

Penjelasan lebih lengkap dan ilmiah saya sarankan baca blognya Prof. Tomas Djamaluddin, profesor bidang astronomi, kepala Lapan, pemimpin komite rukyat hilal di Indonesia, dan aktifis (Ulil Albab menurut saya) yang berjuang keras agar kriteria rukyatul hilal di Indonesia bisa disepakati, dan kedepannya umat islam punya kalender islam juga yang disepakati dunia. Blognya ada banyak sekali deskripsi tentang topik tersebut. Disini saya cuma mau berusaha menambah pemahaman saya dengan cara menuliskan topik ini dalam satu tulisan singkat. 🙂

Kamus singkat

Hisab = Perhitungan.
Rukyat = Melihat.
Hilal = Bagian bulan yang terlihat.
Rukyatul hilal =  Melihat hilal.
Wujudul hilal = Ketinggian bulan positif (setelah konjungsi).
Visibilitas hilal =  Data yang menjelaskan tentang kemungkinan untuk terlihatnya bulan.
Imkanur rukyat = Kriteria hilal bisa di rukyat menggunakan hisab.
Konjungsi (Ijtimak) =  bulan masuk berdasarkan teori lunar dasar.
Elevasi = Ketinggian bulan terhadap bidang horizon Bumi.
Elongasi = Jarak (sudut) antara bulan dan matahari.
Azimut = Posisi benda langit dari kutub.

Sekilas tentang kalender

Kalender adalah alat untuk membantu perhitungan waktu. seperti yang kita ketahui, kalender ada yang mengikuti revolusi matahari (gregorian) ada juga yang revolusi bulan (lunar). Dulu, kalender berbasis matahari juga banyak mengalami masalah dan belum ada kesepakatan, sampai akhirnya terjadi konflik (silahkan baca sejarahnya sendiri). sama saja sebenarnya dengan kalender islam sekarang, yang belum ada kesepakatannya. apakah kalender lunar tidak bisa disepakati? bukan begitu, yang pakai kalender lunar bukan cuma islam, tapi juga china, nepal, mongol, hebrew, dan negara lainnya. kalender matahari saja pada akhirnya menggunakan kesepakatan tahun kabisat, setiap 4 tahun sekali ditambah satu hari. ada banyak kriteria untuk bisa membuat kalender lunar, atau bahkan kalender islam, yang terpenting adalah kriteria yang disepakati bersama, dan juga pemimpin bijak yang bisa membuat keputusan di suatu wilayah tertentu serta tentunya umat islam yang mau “nurut” ama keputusan pemimpinnya.

Sekilas tentang Dalil

Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, permasalahannya bukan karena umat islam bodoh dengan ilmu astronomi, melainkan karena belum adanya kesepakatan. kalo mau dirunut lagi, alasan husnudzonnya adalah karena ulama-ulama kita, memiliki cara tangkap dan analisis yang sedikit “berbeda” dalam mensintesis dalil. Singkat cerita:

Dalil Hisab:

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Q.S. Yunus: 5.

Dalil Rukyatul Hilal:

Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian. HR. An Nasai no. 2116. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga  puluh hari. HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.

Secara singkat, Hisab dipahami sebagai dalil implisit bahwa peredaran bulan bisa dipelajari (dilihat dengan dipahami) dan untuk penentuan waktu. Tentunya termasuk penentuan waktu ramadhan, syawal, dan dzulhijjah. Dalil ini juga untuk hisab penentuan waktu shalat. Adapun dalil Rukyat adalah eksplisit dari Hadist Rasulullah bahwa kita diperintahkan untuk menggenapkan bulan syaban menjadi 30 hari apabila hilal tidak terlihat.

Dapat kita pahami bahwa ulama ulama kita itu sangat mencintai Al Qur’an, Hadist, dan sunnah Rasul. Mereka juga adalah orang orang yang sangat tersentuh dengan ayat-ayat cinta dari Allah. Mereka adalah ulil albab, orang yang bijak yang tidak ingin mengabaikan ayat-ayat kauniyah. Mereka juga adalah pejuang syariat islam. Belum adanya kesepakatan adalah memang ujian dari Allah agar umat muslim bersabar, belajar meninggalkan ego, dan meningkatkan ukhuwah antar sesamanya supaya menjadi bangunan kokoh. sebuah persatuan harganya tidak murah, seperti anggapan sebagian orang bahwa umat bisa dibeli atau dipolitisasi, I don’t agree such cheap argument.

Sekilas tentang metode dan astronomi

Ada berbagai faktor yang perlu dipahami dalam menggabungkan ilmu astronomi, metode perhitungan lunar kalender, kriteria kalender, dan dalil kalender serta ibadah.

Pertama adalah mengenai peredaran bulan. Bulan beredar mengelilingi bumi dengan siklus synodis yaitu 29.5 hari mencapai posisi yang sama satu revolusi relatif terhadap revolusi bumi kepada matahari. Secara simple, akan ada satu bulan yang 29 hari dan satu bulan lain yang 30 hari. Karena itulah, suatu hal yang wajar apabila bulan sya’ban dan ramadhan yang suka dibulatkan menjadi 29 atau 30 hari (sebenarnya bulan lain juga tapi kita gak pernah bahas aja). Bulan masuk melalui fase new moon (atau konjungsi), dimana posisi matahari bulan dan bumi sejajar (alias satu plane). karena bidang revolusi bulan ada sedikit sudut dengan bidang revolusi bumi, maka kita tidak setiap bulan melihat gerhana, tapi hanya beberapa kali dalam setahun.

Kedua mengenai konjungsi bulan. Ilmu pengetahuan astronomi sudah bisa menghitung dengan sangat baik kapan terjadinya konjungsi (new moon). Data ini sudah dipakai seluruh dunia dan sudah sangat umum, bukan cuma orang Islam aja yang bahas. Pentingnya kapan terjadinya konjungsi bulan ini serta usia bulan setelah konjungsi menjadi sangat penting dalam penentuan kalender islam dan penentuan kriteria imkanur rukyat nantinya. Data ini bisa didapat dengan sangat mudah dari internet sekalipun.

Ketiga mengenai kalender dan waktu. Telah disepakati bersama bahwa islam memulai hari dari magrib, bukan dari tengah malam seperti definisi hari secara umum. oleh karena itu, apabila konjungsi terjadi setelah magrib, maka sudah melewati batas penentuan waktu apakah bulan baru sudah masuk atau dibulatkan bulan sebelumnya menjadi 30 hari. Oleh karena itu, bagi kalender islam, syarat mutlak pertama adalah konjungsi harus terjadi sebelum magrib (atau menurut bahasa Muhammadiyah = Ijtimak Qobla Ghurub).

Keempat mengenai dalil ibadah. Disini yang menjadi pembeda antara sekedar pembuatan kalender hijriyah dengan ibadah bulan ramadhan dan syawal (dan dzulhijjah). Bulan lain boleh menggunakan hisab murni, tapi khusus tiga bulan tersebut perlu dilakukan rukyat. Rukyat pun dilakukan pada akhir hari ke 29 (penentuan apakah bulan tersebut menjadi 30 atau masuk bulan baru).

Kelima mengenai integrasi dalil dan sains. Disinilah peran teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Bagi penganut Rukyat (seperti NU), bukan berarti mereka tidak bisa menghitung/hisab, justru metode hisab mereka gunakan untuk validasi apakah Rukyat yang dilakukan sudah benar atau belum. Gambaran kasarnya adalah, Rukyat secara umum hanya bisa dilihat apabila masuk domain visibilitas hilal. Penentuan kriteria visibilitas hilal ini (hilal kemungkinan terlihat dengan rukyat) yang biasa disebut sebagai Imkanur Rukyat. Dengan perkembangan teknologi dan alat astronomi, kriteria imkanur rukyat bisa semakin mengecil atau semakin “akurat” mendekati kriteria wujudul hilal. Imkanur rukyat adalah jembatan antara hisab dan rukyat.

Sekilas tentang cara membaca data

Karena saya bukan astronom dan bukan fisikawan, saya tidak bisa menjelaskan bagaimana cara mendapatkan data astronomis terkait bulan. Tapi di sub bab ini saya akan coba bahas tentang bagaimana cara membaca data astronomis, terutama dari BMKG Indonesia. Saya suka baca data ini karena ada data elevasi seluruh dunia dan kita juga bisa melihat data elongasi dan usia bulan di malaysia dimana akan digunakan untuk penentuan kriteria “imkanur rukyat”nya Jepang.

Berikut adalah contoh data yang bisa kita lihat dari website BMKG. data yang perlu dilihat secara sederhana adalah elevasi (peta ketinggian hilal), elongasi, dan umur bulan (setelah ijtimak). Data lain seperti peta lag ataupun fraksi iluminasi digunakan pada konteks lain untuk validasi, yang saya tidak akan bahas disini.

Elevasi

Elongasi

Umur bulan

Garis garis di peta menggambarkan nilai elevasi / elongasi / usia bulan di wilayah tersebut. Nilai ini yang nanti akan dicocokkan dengan kriteria imkanur rukyat serta untuk validasi metode Rukyat. Kalau dari contoh gambar diatas, pada tanggal 15 Mei 2018, elevasi, elongasi, dan usia bulan belum masuk kriteria masuknya bulan ramadhan, oleh karena itu di Indonesia, Malaysia, dan Jepang, awal ramadhan dimulai pada 17 Mei 2018. Untuk lebih pastinya, bisa kita lihat data pada 16 Mei 2018 bahwa semua kriteria telah masuk. Adapun mengenai kriteria imkanur rukyat indonesia, malaysia, dan jepang akan dibahas di sub bab selanjutnya.

Salah satu fakta menarik dari karakteristik peredaran bulan yang berulang adalah, apabila malam ke 29 hilal tidak terlihat, maka pada malam ke 30 hilal (insya Allah) terlihat jelas. walaupun dalam penentuan bulan, tidak perlu melakukan pengecekan di malam ke 30 karena sudah pasti dibulatkan.

Sekilas tentang Kriteria hisab rukyat di Indonesia

Setelah kita memahami cara membaca data, maka yang perlu kita pahami selanjutnya adalah kriteria imkanur rukyat. Di Indonesia, yang paling sering menjadi pembicaraan adalah elevasi >= 2 derajat karena lebih kecil dari itu biasanya sangat sulit diamati rukyatnya (didukung juga dengan data statistik). Tapi, sidang itsbat di Indonesia biasanya tidak menggunakan hisab ini secara sederhana, tapi mengacu pada Rukyat malam ke 29. Selain itu, di Indonesia belum adanya kesepakatan mengenai kriteria imkanur rukyat ini sendiri karena Muhammadiyah masih konsisten ama kriteria wujudul hilal (elevasi positif dan Ijtimak qobla ghurub), dan NU hanya mau mengumumkan setelah melakukan Rukyat (walaupun mereka sudah punya data hisab). Tapi menurut Prof Tomas di blognya, kedua organisasi islam besar di Indonesia ini mulai mau menyepakati kriteria imkannur rukyat. Semoga saja ini bisa segera terlaksana dan disepakati bersama. Lalu apa kriteria imkanur rukyatnya? Prof Tomas sempat bahas di blognya sebagai bahan proposalnya, jadi saya tidak akan bahas disini 🙂

Sekilas tentang hisab dan rukyat di Jepang

Disini yang menjadi menarik buat saya pribadi sekarang. Jepang bukannlah negara muslim, atau mayoritas muslim, jadi muslim lokal Jepang masih belum punya kemampuan yang sangat massive untuk melakukan Rukyat di seluruh wilayah Jepang. Selain itu, disini sudah ada badan Rukyat Hilal committee untuk Jepang. Menurut saya pribadi, kita sebagai muslim di Jepang sebaiknya mengikuti pendapat ini, karena lebih dekat urusannya/hajatnya dengan Muslim di Jepang dan untuk persatuan umat muslim di Jepang, dibandingkan mengikuti KMII (Keluarga Masyarakat Islam Indonesia) yang lebih fokus pada persatuan umat muslim (khusus) Indonesia.

Rukyat Hilal committee Japan sudah mengumumkan di websitenya, bahwa kriteria yang mereka gunakan adalah Rukyat di seluruh wilayah Jepang, dan apabila tidak terlihat, maka akan mengikuti hasil keputusan negara muslim terdekat yaitu Malaysia. Adapun, untuk kebutuhan kalender dan estimasi, maka kita bisa melihat kriteria apa yang digunakan Malaysia sehingga di Jepang pun bisa melakukan estimasi hisab. Malaysia menggunakan kriteria Mabims, yaitu Rukyat sekaligus imkanur rukyat dengan elevasi >= 2 derajat, elongasi >= 3 derajat, dan usia bulan >= 8 jam. dari peta BMKG diatas, dapat kita prediksi bahwa 1 ramadhan akan jatuh pada 17 Mei 2018 di Malaysia, dan juga pihak Rukyat Hilal Committee Jepang akan mengikutinya.

Closing

Sebagai seorang muslim dan ingin menjadi ulil albab juga, maka kita tidak boleh mengabaikan isu-isu seperti ini. dengan memahami isu ini dengan lebih detail, semoga bisa membuka wawasan kita, membuat kita lebih bijak dalam bersikap menghadapi berbagai macam persoalan umat, termasuk belajar untuk “nurut” serta mengupayakan persatuan umat muslim dari seluruh dunia. Semoga jerih payah kita untuk belajar pun dicatat oleh Allah sebagai salah satu amal ibadah fardu kifayah, aamiin..

 

 

Author: ashlih

electrical engineering ITB no gakusei desu

Leave a comment